Jumat, 25 Maret 2016

Mengundurkan Diri



Jumat petang. Penulis akan meninggalkan gedung tempat penulis berkantor. Saat itu lepas magrib. Salat Magrib telah penulis tunaikan. Kantong dirogoh, aplikasi Gojek dibuka, Gojek dipesan.
Awalnya semuanya berjalan lancar. Penulis duduk di belakang supir seraya menikmati pemandangan di sebelah kanan dan kiri. Cuaca pun cerah.
Tiba-tiba, mendadak motor berhenti. Si supir memeriksa sebentar. Ternyata, radiator sepeda motor mengalami masalah sehingga motor tidak lagi dapat berfungsi. Untungnya, si supir baik hati. Ia menggratiskan tarif seraya mempersilakan saya untuk memesan Gojek lain.
Peristiwa itu terjadi di sebuah kawasan di Jakarta Selatan. Meski pernah beberapa kali melewati kawasan ini, tetap saja daerah itu relatif asing bagi penulis. Maka tak heran timbul perasaan waswas. Namun perjalanan tetap harus dilanjutkan, bagaimana pun caranya.
Maka penulis pun menyusuri Trotoar. Tak lama kemudian, penulis menemukan bagunan yang di atasnya tertempel  logo sebuah toko farmasi yang cukup terkenal. Maka, tanpa ragu-ragu penulis melangkah masuk ke dalam bangunan itu. Sebuah bangunan yang tidak terlalu mewah namun cukup besar untuk rata-rata ukuran toko yang pernah penulis temui. Di dalam took, penulis membeli sejumlah obat. Setelah itu, penulis duduk di sebuah bangku dan memesan Gojek. Tak lama kemudian, Gojek yang siap mengantar penulis pulang telah tiba.
Penulis sangat mengapresiasi sikap supir Gojek yang radiator motornya rusak itu. Bagi penulis, ia sadar dengan tanggung jawab yang diembannya. Ia bertanggung jawab memastikan penumpang yang dibawanya sampai di tujuan dengan selamat. Bila ia berhasil melaksanakannya, ia berhak mendapatkan imbalan, dalam hal ini berupa ongkos dari penumpang. Namun bila sebaliknya, ia tidak layak memperolehnya, bahkan dapat dikenai sanksi. Dalam hal ini, ia menggratiskan biaya menumpang Gojek bagi penulis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tanggung jawab memiliki arti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya. Termasuk tidak memperoleh imbalan apapun akibat  kegagalan menanggung sesuatu yang dibebankan. Juga rela segala fasilitas dan kenikmatan yang diperoleh yberkaitan dengan tanggung jawabnya dicabut. Contoh sederhananya, seorang supir digaji untuk  bertanggung jawab mengantar dan menjemput anak majikannya ke dan dari sekolah. Ia harus memastikan bahwa si anak bisa tiba di sekolah dan pulang ke rumah dengan selamat. Jika terjadi apa-apa dengan si anak, si supir harus siap untuk tidak digaji, bahkan diberhentikan dari pekerjaannya.
Sayang sekali, di negeri tercinta ini masih banyak orang yang tidak menyadari atau tidak peduli dengan soal tanggung jawab ini. Artinya, mereka tidak mau menerima konsekuensi dari sikap, perbuatan, dan kebijakan yang mereka telurkan sendiri. Sebagai contoh, banyak pejabat yang tidak mau mundur meski terus menjadi sorotan publik karena dianggap gagal menjalankan tugasnya. Kalaupun mundur, ia melakukannya dengan terpaksa karena desakan yang begitu kuat.  Mereka enggan melepaskan jabatan karena masih ingin menikmati berbagai fasilitas dan prestise. Sedangkan bila ia berhenti, segala fasilitas tersebut harus ditarik dari dirinya.
Di Jepang atau Korea Selatan (Korsel), jamak kita temui pejabat yang mengundurkan diri dengan sukarela karena merasa dirinya gagal mengemban amanah. Penulis pernah mendengar cerita seorang Menteri Perhubungan Jepang mengundurkan diri hanya kara terjadi kecelakaan kereta. Padahal bila diselidiki lebih lanjut, belum tentu kecelakaan itu diakibatkan oleh kesalahannya. Namun ia sadar bahwa tanggung jawab tertinggi masalah transportasi ada padanya.
Terakhir, seseorang boleh saja lolos dari kewajiban bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahannya di dunia ini. Mungkin dia punya uang, koneksi, kemampuan bersilat lidah, dan sebagainya. Namun tiada satu manusia pun yang dapat lepas dari tanggung jawab di hari kemudian, di pengadilan yang dipimpin oleh Yang Maha Adil. Pengadilan yang tak mengenal lagi mafia, uang suap, nepotisme, dan kolusi.