Kamis, 27 Agustus 2015

Jangan Terbenam

Pada suatu pagi yang cerah, penulis berangkat ke tempat kerja dengan kondisi kurang bergairah. Namun penyebabnya bukanlah lantaran beban pekerjaan yang menumpuk. Bukan pula lantaran suasana di tempat kerja, di rumah, di jalan raya, atau di tempat lain. Penyebabnya adalah rasa nyeri pada bagian selangkangan yang mulai terasa sejak hari sebelumnya. Meski kondisi sudah membaik, namun rasa sakit itu masih  terasa. Entah apa penyebabnya. Yang jelas, akibat rasa nyeri tersebut, penulis berjalan sedikit pincang dan tentu saja lebih lambat.  Untuk mengatasi rasa nyeri ini, pemulis meminum obat penghilang rasa nyeri.
Tak dinyana, saat berjalan kaki menuju tempat kerja, seseorang menyapa penulis saat kami sedang berpapasan. Penulis tidak mengenalnya karena ia menggunakan penutup kepala. Setelah ia membuka penutup kepalanya, penulis tetap tidak mengenalnnya. Barulah setelah ia menyebutkan namanya, penulis langsung ingat. Dalam hal mengingat-ingat wajah orang lain, penulis tidak pandai. Penulis justru lebih pandai mengingat-ingat nama seseorang. Barangkali hal ini berkebalikan dengan orang banyak.  Maklumlah penulis mengalami gangguan penglihatan yang sifatnya permanen.
Kami berdua adalah anggota sebuah klub pidato. Klub ini mempunyai misi untuk meningkatkan kemampuan berbicara di depan umum dan juga kemampuan memimpin. Namun teman penulis itu belum lama bergabung dengan klub kami. Ini satu alasan lagi mengapa saya tidak mengingatnya.
Bisa saja penulis berkeluh kesah tentang rasa nyeri yang penulis derita. Pun penulis bisa meminta izin untuk tidak masuk kerja dan pergi ke dokter. Namun penulis tidak melakukannya. Toh rasa sakit yang hinggap di selangkangan ini masih tertahankan. Barangkali jika tetap tinggal di rumah, penulis tidak akan berjumpa dengan teman penulis itu. Penulis selalu merasa bahagia jika ada orang yang lebih dulu menyapa penulis saat kami tidak sengaja berpapasan.
Bagi banyak orang, apa yang penulis ceritakan di atas barangkali masalah sepele. Namun bagi penulis, ada satu pelajaran sederhana yang bisa dipetik: Kalau penulis tidak masuk kerja, penulis tidak akan berjumpa dengan teman satu klub itu. Penulis mencoba berpikir bahwa di balik hal-hal yang tidak mengenakkan, selalu terdapat hal baik yang bisa dipetik. Dengan kata lain, penulis berusaha memusatkan perhatian pada hal-hal positif. Dalam hal ini, penulis jelas masih jauh dari sempurna sehingga tidak layak dijadikan teladan. Yang bisa penulis lakukan adalah mengajak orang lain agar terus mencoba dan berusaha.
Kemampuan untuk lebih memusatkan diri pada hal-hal positif adalah salah satu bentuk kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Kecerdasan emosional terbukti berperan lebih penting sebagai penentu kesuksesan seseorang ketimbang kecerdasan intelektual. Artinya seseorang dengan prestasi akademis biasa-biasa saja (tidak jeblok) namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan lebih sukses dalam pekerjaannya ketimbang orang yang prestasi akademisnya mentereng namun kecerdasan emosionalnya rendah.
Orang yang rajin mencari dan berfokus pada hal-hal positif tidak akan renggelam dengan masalah yang ia hadapi. Baginya, sia-sia saja meratapi masalah. Toh masalah tidak akan menghilang dengan sendirinya. Suka atau tidak suka, ia akan tetap menghantui jika tidak dicarikan jalan keluar. Contoh sederhana adalah saat penulis terkena penyakit asam urat. Akibat penyakit tersebut, kaki terasa sangat nyeri sehingga penulis nyaris tidak bisa berjalan. Kala itu, bisa saja penulis hanya istirahat di tempat tidur tanpa melakukan apapun, tenggelam dalam kesedihan, dan marah-marah. Namun penulis sadar tidak ada gunanya melakukan itu semua lantaran rasa nyeri tidak akan hilang tanpa pengobatan. Pun tidak akan lenyap seketika. Menghadapi kesakitan ini, penulis memutuskan untuk pertama, memperbanyak doa. Kedua, memperbanyak membaca tulisan-tuliasn yang bermanfaat. Dan ketiga, memperbanyak menonton program-program yang bermanfaat di televisi. Dengan melakukan ketiga hal itu, hati menjadi lebih tenteram. Ilmu pun makin bertambah.
Jadi janganlah terbenam dalam masalah. Keluarkanlah kepala kita. Carilah mutiara-mutiara di kubangan lumpur masalah.