Warung
makan itu terletak tidak jauh dari kantor penulis, di kawasan bisnis terkemuka
di Jakarta. Meski tidak luas, namun
tempatnya cukup nyaman sehingga orang betah untuk duduk lebih lama seraya
menunggu usainya waktu istirahat setelah makan siang . Makanan yang disajikan
harganya cukup terjangkau, sesuai bagi kebanyakan karyawan. Menu yang ditawarkan kurang lebih sama dengan
yang biasa dijumpai di warung-warung Tegal. Meski tidak setiap hari, penulis cukup sering makan siang di warung
itu.
Pemilik
warung itu sebut saja namanya Pak Rahmat. Entah sejak kapan ia mulai berdagang
di tempat itu. Yang jelas, ia hampir
selalu menyapa pelanggannya dengan sebutan khas, “Orang Muda”. Semua orang
dipanggilnya demikian meski tentu ada yang usianya tidak muda lagi. Yang
membuat penulis senang makan di warung itu adalah gaya Pak Rahmat yang ramah.
Bila lama tidak berkunjung, ia selalu menjabat tangan penulis erat-erat, seraya
berkata, “Terima kasih, masih ingat
dengan orang tua.” .
Bagaimanapun,
tidak semua orang mempunyai kesan positif terhadap Pak Rahmat. Seorang pesuruh
yang bekerja di sebelah kantor penulis bercerita tentang keluhan anak buah Pak
Rahmat. Menurutnya, Pak Rahmat suka
marah dan kurang memperhatikan kesejahteraan karyawan. Ia hanya ramah kepada pelanggan. Pesuruh itu
tidak menjelaskan lebih lanjut perihal suka marah dan kesejahteraan yang
“dianggap” kurang ini (kata “dianggap” sengaja penulis beri tanda kutip karena
boleh jadi masalah kesejahteraan ini bersifat relatif).
Setelah
mendengar cerita pesuruh itu, ingatan penulis lantas melayang ke sebuah novel
yang pernah penulis baca. Novel itu berjudul Cinta di dalam Gelas, dikarang oleh Andrea Hirata yang terkenal
dengan Laskar Pelangi-nya. Dalam novel Cinta di dalam Gelas, dikisahkan Ikal, sang tokoh utama, yang
bekerja di warung kopi milik pamannya. Sang paman bernama Kamhar. Di samping
ikal, ada tiga orang karyawan yang juga bekerja di warung kopi milik Kamhar, masing-masing bernama Midah, Hasanah,
dan Rustam.
Paman
Ikal adalah orang yang sangat cerewet dan suka marah. Marah sudah menjadi
kesehariannya. Jangankan berbuat salah, berbuat benarpun anak buahnya tetap
bisa kena semprot. Meski demikian,
Midah, Hasanah, dan Rustam tetap setia bekerja di warung kopi Kamhar. Mereka
sudah bertahun-tahun kerja di sana. Padahal, mudah saja bagi mereka untuk
pindah kerja, termasuk bekerja di warung kopi lain. Bahkan dengan pengalaman
yang dimiliki, mereka mungkin bisa meminta gaji lebih tinggi di tempat lain.
Inilah teka-teki yang ingin dipecahkan Ikal, yang belum lama bergabung dengan
warung kopi milik sang paman.
Teka-teki
terkuak saat sang paman harus meninggalkan warung kopi selama tiga hari untuk
menghadiri pernikahan salah seorang anak sahabatnya. Pada awalnya, Midah, Hasanah, dan Rustam
merasa “merdeka”. Tak ada yang memarah-marahi mereka, paling tidak selama
beberapa hari. `Namun hal ini tidak berlangsung lama. Perasaan kesepian mulai
menghnggapi mereka. Kemarahan sang paman yang biasanya membuat hati
jengkel, saat itu justru mereka
rindukan. Namun ternyata bukan hanya itu. Merekapun rindu terhadap
kelemahlembutan dan kasih sayang paman saat ia sedang tidak marah.
Saat
itu Ikal dan kawan-kawannya menyadari bahwa meski galak, sang paman adalah
orang yang sangat mencintai profesinya sebagai pemilik warung kopi. Ia mendidik anak buahnya untuk bangga
terhadap pekerjaan mereka. Di samping itu, sang paman adalah orang yang jujur
dan siap menjadi sahabat saat diperlukan. Ternyata, hal-hal inilah yang membuat
Midah, Hasanah, dan Rustam betah bekerja dan tetap setia pada paman.
Apakah
Pak Rahmat memiliki sifat-sifat yang sama dengan paman Ikal?Entahlah. Namun
yang jelas, meski penting uang bukanlah segalanya yang membuat orang betah
bekerja di sebuah tempat. Suasana kerja ternyata lebih penting. Termasuk
didalamnya perlakuan yang adil dari pemimpin. Menghargai anak buah bila
berprestasi dan memberi sanksi bila berbuat salah. Keduanya harus diberikan secara seimbang. Tak
kalah penting, pemimpin harus rajin turun ke bawah guna memahami sifat-sifat
dan situasi yang dihadapi anak buahnya. Iapun harus pandai-pandai memotivasi
anak buahnya. Bila kesemuanya ini dipenuhi, pengikut akan termotivasi untuk
memberikan yang terbaik. Merekapun akan bangga menjadi bagian dari organisasi.