Rabu, 15 Januari 2014

Pak Rahmat dan Kamhar

Warung makan itu terletak tidak jauh dari kantor penulis, di kawasan bisnis terkemuka di Jakarta.  Meski tidak luas, namun tempatnya cukup nyaman sehingga orang betah untuk duduk lebih lama seraya menunggu usainya waktu istirahat setelah makan siang . Makanan yang disajikan harganya cukup terjangkau, sesuai bagi kebanyakan karyawan.  Menu yang ditawarkan kurang lebih sama dengan yang biasa dijumpai di warung-warung Tegal. Meski tidak setiap hari,  penulis cukup sering makan siang di warung itu.
Pemilik warung itu sebut saja namanya Pak Rahmat. Entah sejak kapan ia mulai berdagang di tempat itu. Yang jelas,  ia hampir selalu menyapa pelanggannya dengan sebutan khas, “Orang Muda”. Semua orang dipanggilnya demikian meski tentu ada yang usianya tidak muda lagi. Yang membuat penulis senang makan di warung itu adalah gaya Pak Rahmat yang ramah. Bila lama tidak berkunjung, ia selalu menjabat tangan penulis erat-erat, seraya berkata,  “Terima kasih, masih ingat dengan orang tua.” .
Bagaimanapun, tidak semua orang mempunyai kesan positif terhadap Pak Rahmat. Seorang pesuruh yang bekerja di sebelah kantor penulis bercerita tentang keluhan anak buah Pak Rahmat.  Menurutnya, Pak Rahmat suka marah dan kurang memperhatikan kesejahteraan karyawan.  Ia hanya ramah kepada pelanggan. Pesuruh itu tidak menjelaskan lebih lanjut perihal suka marah dan kesejahteraan yang “dianggap” kurang ini (kata “dianggap” sengaja penulis beri tanda kutip karena boleh jadi masalah kesejahteraan ini bersifat relatif).
Setelah mendengar cerita pesuruh itu, ingatan penulis lantas melayang ke sebuah novel yang pernah penulis baca. Novel itu berjudul Cinta di dalam Gelas, dikarang oleh Andrea Hirata yang terkenal dengan Laskar Pelangi-nya.  Dalam novel Cinta di dalam Gelas, dikisahkan Ikal, sang tokoh utama, yang bekerja di warung kopi milik pamannya. Sang paman bernama Kamhar. Di samping ikal, ada tiga orang karyawan yang juga bekerja di warung kopi milik  Kamhar, masing-masing bernama Midah, Hasanah, dan Rustam.
Paman Ikal adalah orang yang sangat cerewet dan suka marah. Marah sudah menjadi kesehariannya. Jangankan berbuat salah, berbuat benarpun anak buahnya tetap bisa kena semprot.  Meski demikian, Midah, Hasanah, dan Rustam tetap setia bekerja di warung kopi Kamhar. Mereka sudah bertahun-tahun kerja di sana. Padahal, mudah saja bagi mereka untuk pindah kerja, termasuk bekerja di warung kopi lain. Bahkan dengan pengalaman yang dimiliki, mereka mungkin bisa meminta gaji lebih tinggi di tempat lain. Inilah teka-teki yang ingin dipecahkan Ikal, yang belum lama bergabung dengan warung kopi milik sang paman.
Teka-teki terkuak saat sang paman harus meninggalkan warung kopi selama tiga hari untuk menghadiri pernikahan salah seorang anak sahabatnya.  Pada awalnya, Midah, Hasanah, dan Rustam merasa “merdeka”. Tak ada yang memarah-marahi mereka, paling tidak selama beberapa hari. `Namun hal ini tidak berlangsung lama. Perasaan kesepian mulai menghnggapi mereka. Kemarahan sang paman yang biasanya membuat hati jengkel,  saat itu justru mereka rindukan. Namun ternyata bukan hanya itu. Merekapun rindu terhadap kelemahlembutan dan kasih sayang paman saat ia sedang tidak marah.
Saat itu Ikal dan kawan-kawannya menyadari bahwa meski galak, sang paman adalah orang yang sangat mencintai profesinya sebagai pemilik warung kopi.  Ia mendidik anak buahnya untuk bangga terhadap pekerjaan mereka. Di samping itu, sang paman adalah orang yang jujur dan siap menjadi sahabat saat diperlukan. Ternyata, hal-hal inilah yang membuat Midah, Hasanah, dan Rustam betah bekerja dan tetap setia pada paman.

Apakah Pak Rahmat memiliki sifat-sifat yang sama dengan paman Ikal?Entahlah. Namun yang jelas, meski penting uang bukanlah segalanya yang membuat orang betah bekerja di sebuah tempat. Suasana kerja ternyata lebih penting. Termasuk didalamnya perlakuan yang adil dari pemimpin. Menghargai anak buah bila berprestasi dan memberi sanksi bila berbuat salah.  Keduanya harus diberikan secara seimbang. Tak kalah penting, pemimpin harus rajin turun ke bawah guna memahami sifat-sifat dan situasi yang dihadapi anak buahnya. Iapun harus pandai-pandai memotivasi anak buahnya. Bila kesemuanya ini dipenuhi, pengikut akan termotivasi untuk memberikan yang terbaik. Merekapun akan bangga menjadi bagian dari organisasi.