Mereka
yang menjadi sasaran kritik Sir Alex memberi reaksi beragam. Beckham ingat saat Ferguson membantunya
memulihkan kepercayaan diri yang runtuh pasca Piala Dunia 1998 di Perancis. “Di
tengah kecaman publik Inggris, dia tak henti memotivasi dan mati-matian
menyelamatkan karier saya. Sir Alex fantastis”, kata Beckham, yang membela
MU pada kurun waktu 1993-2003 sebelum
hijrah ke Real Madrid. Rakyat Inggris marah lantaran Beckham menendang Diego
Simeone, pemain Argentina, pada partai 16 Besar Piala Dunia 1998. Akibat
ulahnya itu, Bechkam diganjar kartu merah. Partai itu dimenangkan Argentina,
sehingga Inggris tersingkir dari arena Piala Dunia 1998.
Roy
Keane menganggap mantan pelatihnya itu tak tahu berterima kasih. ”Gelimang
gelar yang ia dapatkan adalah hasil keringat para pemain. Dia tak pantas
berbicara seenaknya sendiri. Seolah-olah hanya dia yang paling benar”, kata
Keane.
Kenny
Dalglish, mantan pelatih Liverpool, mengatakan Sir Alex asal bicara lantaran
menganggap Gerard bukan pemain hebat. Sedangkan Jamie Carragher, mantan pemain
Liverpool, mengatakan Gerard beberapa kali menjadi penentu kemenagan tim,
termasuk saat Liverpool menghadapi MU.
Namun
agaknya kontroversi seputar otobiografi Ferguson tidak mengurangi statusnya
sebagai salah satu manajer terbaik dalam sejarah. Selama 26 tahun berkarier sebagai
manajer, ia berhasil membawa MU meraih 2 kali juara Liga Champions, 13 kali
juara liga Inggris, dan 5 kali juara piala FA. Yang paling terkenal adalah
tahun 1999 saat MU meraih “treble”, juara Liga Inggris, juara Piala FA, dan juara
Piala Champions dalam satu musim kompetisi. Atas prestasinya ini, Ferguson
dianugerahi gelar bangsawan “Sir”.
Apa rahasia kesuksesan Ferguson? Pertama, manajemen
modern melalui penciptaan struktur organisasi berorientasi jangka panjang. Ia
membangun “pusat keunggulan” bagi talenta-talenta muda. Hasilnya, lahirlah
pemain-pemain sekelas David Beckham, Ryan Giggs, dan Paul Scholes yang membawa MU meraih treble pada tahun
1999. Kedua, tidak terlena dengan kesuksesan. Ia berani memberikan kepercayaan
kepada pemain-pemain muda. Di saat yang sama, ia bersedia melepas pemain-pemain
yang masih bagus seraya tetap menjaga beberapa pemain veteran demi kontinuitas
dan kelestarian budaya klub. Ketiga, kemampuan menyuntikkan motivasi ke dalam
diri para pemain sehingga mereka pantang menyerah hingga akhir pertandingan.
Keempat, memegang kendali penuh dan tak segan bertindak tegas terhadap pemain
yang melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan, siapapun dia. Bahkasn
seorang Roy Keane dan David Beckham, yang telah berjasa bagi tim, harus rela ditendang lantaran dianggap
bertindak melampaui batas. Kelima, paham bagaimana harus bersikap kepada setiap
pemain seraya tetap mengutamakan kepentingan tim. Saat memutuskan untuk
membangkucadangkan seorang pemain, Ferguson akan mendekati si pemain secara
pribadi dan meyakinkan bahwa keputusannya hanyalah berkaitan dengan masalah
taktik dan si pemain pasti akan diberikan kesempatan untuk tampil di
partai-partai berikutnya. Ferguson yakin tidak boleh melakukan pendekatan yang
sama untuk setiap pemain dalam setiap situasi. Ia tidak pernah memuji
berlebihan. Jika pemain gagal memenuhi ekspektasi, ia akan mengungkapkannya
tanpa menunda-nunda. Keenam, mendelegasikan tugas seraya tetap mengawasi dengan
cermat dan berkala. Dan ketujuh, pandai menyesuaikan diri dengan perubahan.
Otobiografi Ferguson boleh saja kontroversial. Namun tak
ada yang meragukan bahwa ia adalah legenda.