David
Moyes buka mulut pasca pemecatannya sebagai manajer Manchester United (MU). Dalam wawancaranya dengan surat kabar The
Daily Mail, Moyes, yang dipecat dari MU bulan April 2014 setelah hanya sepuluh
bulan menangani klub yang bermarkas di Old Trafford itu, mengatakan bahwa dirinya tidak diberi waktu
yang cukup untuk menunjukkan keberhasilannya memimpin MU.
Di
bawah kepelatihan Moyes, prestasi MU memang merosot drastis. Hingga
pemecatannya tanggal 22 April 2014, MU hanya berada di peringkat ketujuh Liga
Primer Inggris, dengan selisih 13 angka di belakang Arsenal, yang menduduki
peringkat keempat. Prestasi ini tentu
jauh dibanding musim sebelumnya, di mana MU, yang saat itu masih dipimpin oleh
Sir Alex Ferguson, menjadi juara liga. Dan untuk pertama kalinya sejak tahun
1995, MU gagal lolos ke liga Champions. Untuk pertama kalinya juga MU terlempar
dari posisi tiga besar sepanjang sejarah Liga Primer. Di Kompetisi Liga Champions Eropa, MU kandas
di perempat final setelah dikalahkan Bayern Muenchen dengan skor agregat 4-2.
Sedangkan di piala FA, MU tersingkir setelah bulan Januari 2014 dikalahkan
Swansea 2-1.
Tugas
yang diemban Moyes saat mengambil alih tampuk kepelatihan MU memang sungguh
berat. Ia harus menggantikan Ferguson, yang telah menjadi legenda hidup MU. Ferguson memang salah satu figur yang yang
paling sukses, paling dikagumi, dan paling dihormati dalam sejarah sepak bola.
Saat menjadi manajer MU, Ferguson berhasil mengantar MU menjadi juara Liga
Primer sebanyak 13 kali, Piala FA 5 kali, Community Shields 10 kali, juara liga
Champions Eropa 2 kali, Cup Winners Cup 1 kali, Piala Super Eropa 1 kali, Piala
Intercontinental 1 kali, dan juara dunia antarklub 1 kali. Belum lagi
penghargaan-penghargaan yang diterimanya sebagai manajer. Sebutlah diantaranya
LMA Manager of the Decade 1 kali, LMA Manager of the Year 4 kali, Manajer Liga
Primer Musim ini 11 kali, Manajer Liga Primer bulan ini 27 kali, Manajer Dunia
Tahun Iniversi majalah World Soccer 4 kali, dan Manajer Tahun Ini versi
Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA). Deretan panjang prestasi ini rasanya sulit
disamai oleh orang lain, termasuk penggantinya di MU, siapa pun orangnya. Tak
terkecuali Louis van Gaal, Jose Mourinho, Arsene Wenger, Carlo Ancelloti,
ataupun Pep Guardiola.
Moyes
sepertinya ingin membela diri soal prestasinya bersama MU. Pertanyaannya,
tepatkah alasan yang dikemukakannya bahwa ia tidak mempunyai cukup waktu?Saat
Ferguson meninggalkan MU pada akhir musim 2012-2013, MU adalah tim yang telah mapan, baik dari sisi
pemain dan pola permainan. Saat Moyes datang, ia tentu ingin menerapkan gayanya
sendiri. Hal ini tentu wajar-wajar saja. Yang menjadi masalah, para pemain yang
hampir semuanya adalah hasil didikan Ferguson belum terbiasa, atau tidak mau
menerima gaya Moyes. Agar gayanya diterima, Moyes memerlukan waktu. Dalam hal
ini, alasan Moyes bahwa dirinya tidak diberikan waktu yang cukup dapat dibenarkan.
Apatah lagi Moyes mengatakan bahwa dirinya ingin merekrut pemain-pemain seperti
Cesc Fabregas, Cristiano Ronaldo, dan Gareth Bale meski nyatanya tidak
berhasil.
Persoalannya,
dalam kompetisi yang begitu ketat, hasil kerap lebih penting ketimbang proses. Ditambah
lagi para pendukung dan penggemar MU sudah biasa melihat tim kesayangan mereka
selalu berada di jalur kemenangan. Bagi mereka, tak terbayangkan MU berada di
luar tiga besar, tidak lolos ke kejuaraan Eropa (bahkan untuk kejuaraan Liga Europa
yang dianggap sebagai kompetisi kelas dua), dan kalah dari tim-tim papan tengah
bahkan papan bawah. Namun itu semua terjadi saat Moyes menjadi manajer tim
dengan julukan setan merah itu. Kegagalan Moyes mengendalikan para pemain MU
juga menjadi bukti lemahnya kualitas kepemimpinan mantan pelatih Everton itu.
Ini tentu jauh dibandingkan Ferguson, yang terkenal otoriter namun disegani. Maka tak ada ampun lagi, Moyes harus lengser
dari posisinya sebagai manajer MU. Padahal
ia tadinya dikontrak selama enam tahun.