Minggu, 28 April 2013

Paradorn



Bagi anda penggemar Tenis, barangkali masih ingat nama Paradorn Srichaphan. Ya, dia adalah mantan petenis asal Thailand yang pernah menduduki peringkat ke-9 dunia. Beberapa waktu lalu, tersiar kabar bahwa Paradorn berhasrat terjun ke dunia golf profesional. Mengapa ia ingin menekuni olahraga yang relatif baru baginya itu? Paradorn berujar bahwa dirinya bercita-cita menjadi pegolf Asia pertama yang sebelumnya menekuni cabang olahraga yang lain. Ia ingin meniru Scott Draper, petenis asal Australia yang pernah masuk jajaran 50 besar dunia namun kemudian beralih menjadi pegolf profesional.
Paradorn harus mengakhiri kariernya sebagai petenis profesional  menyusul kecelakaan motor  dan cedera yang dialaminya tahun 2010. Di samping menggeluti tenis yang telah melambungkan namanya, Paradorn, yang pernah menjadi biksu di sebuah kuil di luar kota Bangkok tahun 2005, juga mencoba peruntungan di dunia bisnis dengan membuka restoran Italia yang diberi nama So-Le CafĂ© pada tahun 2009. Pada saat yang sama, ia juga meluncurkan perusahaan produk herbal bernama Magic Thaiherbs. Paradorn juga pernah membintangi film “Bang Rajan 2”.
Menjadi petenis, biksu, pebisnis, dan kini mencoba menjadi pegolf. Mengapa Paradorn berganti-ganti profesi? Apa yang ia cari? Apa yang dilakukan Paradorn sebenarnya jamak terjadi di berbagai belahan bumi. Ada bintang film yang beralih profesi menjadi politikus, semisal Ronald Reagan yang bahkan berhasil menduduki jabatan sebagai orang nomor satu di Amerika Serikat (AS) selama dua periode, dari tahun 1981 hingga 1989.  Dalam skala yang lebih kecil, ada seorang akuntan yang beralih profesi sebagai fotografer. Penulis bahkan kenal dengan orang yang rela meninggalkan pekerjaan yang sudah mapan untuk menjadi seorang Agen Asuransi, sebuah profesi yang masih sering dipandang sinis oleh masyarakat meski telah banyak yang sukses meraih penghasilan puluhan juta Rupiah per bulan. Dan betapa banyak orang yang beralih profesi dari karyawan menjadi pengusaha dan kemudian meraup kesuksesan.
Alasan seseorang berganti(-ganti) profesi adalah kebutuhan. Kebutuhan di sini acap tidak identik dengan kebutuhan finansial. Buktinya banyak orang yang meski telah mendapatkan gaji tinggi namun kurang puas dengan profesinya lantaran merasa kurang tertantang.
Orang-orang semacam ini, menurut McCelland, memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi. Mereka mandiri, cenderung tidak percaya dengan keberuntungan melainkan hanya kepada kerja keras dan cerdas, senang dengan tantangan-tantangan baru, menetapkan standar yang tinggi bagi  karya-karyanya,  dan merasa puas tatkala berhasil mengerjakan sesuatu yang sulit.  Maka tak heran bila orang-orang dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi mampu melahirkan karya-karya yang fenomenal, baik dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, teknologi, dan sebagainya.  Mereka juga yakin bahwa hanya dengan prestasi tinggilah kehormatan, rasa percaya diri, reputasi, dan pengakuan dari orang lain dapat diraih.  Maslow menyebutnya dengan kebutuhan untuk mendapatkan harga diri (self esteem).
Di samping kebutuhan untuk berprestasi, alasan seseorang berpindah profesi adalah keinginannya yang kuat untuk memimpin, mengatur, dan mempengaruhi orang lain.  Inilah alasan mengapa banyak orang tertarik untuk terjun ke dunia politik meski telah mapan dengan profesi yang digelutinya. Arnold Schwarzenegger, aktor terkenal Hollywood yang banyak membintangi film-film sukses, agaknya dapat menjadi contoh orang yang masuk kelompok ini. Ia terjun ke dunia politik setelah sukses di dunia peran. Ia menjabat sebagai Gubernur negara bagian California untuk dua periode, mulai tahun 2003 hingga 2011. Selain sebagai aktor, Schwarzenegger juga (pernah) berprofesi sebagai binaragawan dan pebisnis.
Alasan yang kurang lebih sama agaknya juga dimiliki oleh karyawan yang banting setir menjadi pengusaha. Pengusaha yang sukses cenderung senang menonjolkan kekuasaannya. Mereka merasa tertekan bila bekerja di bawah pimpinan orang lain.
Tentu sah-sah saja bila seseorang ingin beralih profesi lantaran ingin berprestasi tinggi atau meraih kekuasaan. Yang paling penting jangan sampai melanggar etika.

Senin, 08 April 2013

Monorel Mumbai



Beberapa waktu lalu, situs www.channelnewsasia.com memberitakan akan dioperasikannya monorel pertama di India, tepatnya di kota Mumbai. Pembangunan monorel ini menelan biaya kurang lebih 500 juta Dollar AS, bertujuan memperbaiki sistem transportasi cepat di kota berpenduduk terbanyak di India itu. Monorel ini akan menjadi yang kedua terbesar di dunia, melengkapi layanan jalur kereta api,  serta mempercepat konektivitas antar destinasi.
Surendra Vishwakarma, seorang warga Mumbai, mengungkapkan rasa optimisnya. Menurutnya, monorel ini akan sangat bermanfaat untuk orang awan seperti dirinya. Otoritas Pembangunan Wilayah Metropolitan Mumbai (MMRDA) mengatakan bahwa di dalam kereta monorel ini disediakan tempat khusus wanita sehingga mereka dapat melakukan perjalanan dengan aman dan nyaman.
Apakah monorel ini dapat menjadi bagian dari solusi permasalahan lalu lintas dan transportasi di Mumbai?Masih harus dibuktikan. Yang jelas,  India saat ini sedang giat-giatnya membangun infrastruktur. Pemerintah negeri itu belum lama ini menyetujui anggaran sebesar satu triliun Dollar AS untuk pembangunan infrastruktur selama lima tahun ke depan. Buruknya infrastruktur dituding sebagai biang keladi melambatnya pertumbuhan ekonomi India akhir-akhir ini. Padahal, selama satu dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi India termasuk yang tertinggi di dunia.
Forum Ekonomi dunia atau World Economic Forum (WEF) telah menetapkan infrsstruktur sebagai salah satu kriteria daya saing sebuah negara. WEF mendefinisikan daya saing sebagai sekumpulan institusi, kebijakan, dan faktor yang menentukan tingkat produktivitas sebuah negara. Semakin tinggi produktivitas, semakin makmur sebuah negara.
Ketersediaan Infrastruktur seperti jalan raya, rel kereta api, air, listrik, telekomunikasi, pelabuhan laut, dan bandar udara tentu akan memudahkan orang berbisnis. Sebagai contoh, berkat jalan raya yang mulus, produk akan lebih cepat sampai di tujuan. Kualitas produk akan terjaga, tidak membusuk. Produk tidak akan tertahan lebih lama sebelum tiba di tempat pelanggan.  Karena tidak harus melewati jalan yang rusak, biaya bahan bakar kendaraan menjadi lebih murah. Kualitas kendaraan pengangkut barang akan lebih awet.
Contoh berikutnya adalah jaringan telekomunikasi. Dengan adanya jaringan telepon dan internet yang andal, perusahaan dapat mempromosikan barangnya dengan lebih cepat, mudah, murah dan menjangkau khalayak yang lebih luas. Demikian pula halnya dengan proses surat-menyurat. Arus keluar-masuk informasi lebih cepat sehingga perusahaan dapat segera mengetahui situasi terkini.
Saat ini, rasanya kita nyaris tidak bisa hidup tanpa listrik, termasuk pebisnis. Banyangkanlah sebuah bisnis percetakan. Bagaimana mungkin dokumen bisa dicetak tanpa mesin, yang notabene juga membutuhkan listrik?Bagaimana perasaan pelanggan bila harus makan di sebuah restoran tanpa listrik?Tak heran bila pelaku usaha berteriak-teriak bila listrik padam, meski hanya beberapa jam. Ingat kerugian yang ditanggung tidak sedikit.
Dengan infrastruktur yang andal, biaya produksi dan layanan bisa ditekan, dan pada saat yang sama kualitas bisa didongkrak. Inilah problem yang dihadapi oleh India dan negara-negara berkembang lainnya, termasuk Indonesia. Di India, buruknya infrastruktur menjadi kendala utama dalam berbisnis. Kondisi yang tak jauh berbeda juga terjadi di Indonesia.
Jangan duga infrastruktur yang andal hanya semata-mata demi kepentingan ekonomi dan bisnis. Sebagai contoh, ketersediaan air bersih jelas akan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Jalan raya yang mulus dan kereta api yang aman dan nyaman dalam jumlah memadai membuat mudik lebaran lebih menyenangkan. Kecelakaan lalu lintas yang banyak merenggut nyawa pemudik dapat diminimalkan. Listrik yang sering padam menyebabkan pelajar dan mahasiswa tidak dapat belajar dengan optimal sehingga kecerdasan menurun.
Menyediakan infrastruktur yang andal sudah menjadi kewajiban asasi pemerintah, yang memang bertugas melindungi dan menyejahterakan warganya.