”Di usiaku saat ini...
ee... ya twenty nine my age ya... tapi aku masih merindukan apresiasi karena
basically aku seneng... seneng musik walaupun kontroversi hati. Aku lebih
menyudutkan kepada konspirasi kemakmuran yang kita pilih.”
”Nggak... kita... kita
belajar apa ya... harmonisasi dari hal terkecil sampai terbesar. Kupikir kita
nggak boleh ego terhadap satu kepentingan dan kudeta apa yang kita menjadi
keinginan ya. Dengan adanya hubungan ini bukan mempertakut, bukan mempersuram
statusisasi kemakmuran keluarga gitu, tapi menjadi confident, tapi kita harus
bisa mensiasati kecerdasan itu untuk labil ekonomi kita tetap lebih baik.”
Dua paragraf di atas
adalah kata-kata yang diucapkan Vicky Prasetyo dalam wawancara yang disiarkan
sebuah acara berita hiburan di televisi. Entah siapa orang ini. Yang jelas,
ucapannya itu telah membuat banyak orang tertawa terpingkal-pingkal. Ia pun sontak menjadi bahan omongan selama
berhari-hari.
Penulis telah melihat
wawancara itu melalui Youtube dan termasuk orang yang sama sekali tidak tertawa
saat mendengarnya. Mengapa? Karena memang sama sekali tidak lucu. Silahkan bilang selera humor
penulis rendah, penulis terlalu serius, dan sebagainya. Tanggapan penulis: si Vicky
Prasetyo ini telah memberikan contoh yang sangat buruk. Penulis bahkan benci
bila ada orang yang meniru-niru gaya bicara dan bahasanya.
Contoh buruk apa
yang disajikan Vicky?Yang paling utama adalah dalam hal berbahasa. Apa ide dan pesan yang ingin disampaikan Vicky kepada pendengar?
Agar penerima dapat memahami dengan tepat pesan yang ingin disampaikan, maka menurut
Solihati dan Hikmat (2013: 44), pesan itu harus disampaikan dalam bentuk
kalimat yang baik, ditandai dengan struktur yang benar, pilihan kata yang
tepat, hubungan antarbagian yang logis, dan ejaan yang benar. Kesemua syarat
itu tidak ditemukan dalam kalimat-kalimat yang diucapkan Vicky. Misalnya dalam
struktur kalimat. Tidak jelas kata atau gabungan kata yang menjadi subjek,
predikat, objek, keterangan, dan pelengkap kalimat. Jangan tanya soal pilihan
kata. Apakah arti dari kontroversi hati, konspirasi kemakmuran, statusisasi
kemakmuran, dan juga labil ekonomi? Penggunaan kata ego dalam percakapan di
atas juga salah. Seharusnya egois, bukan ego.
Ucapan Vicky Prasetyo,
yang mencampuradukan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, mencerminkan
inferioritas berbahasa. Inilah contoh buruk berikutnya. Banyak orang lebih bangga
menggunakan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, ketimbang bahasa Indonesia
lantaran menganggap bahasa Inggris lebih keren dan lebih bergengsi. Bila ada
orang yang bagus bahasa Inggrisnya, ia mendapat pujian. Namun jarang ada yang
mengapresiasi bila seseorang dapat
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Penyakit menganggap bahasa Inggris lebih
keren dan lebih bergengsi ini telah menjangkiti banyak orang, termasuk mereka
yang kemampuan bahasa Inggrisnya pas-pasan. Agar dianggap intelek,
berlomba-lombalah mereka berbicara dalam bahasa Inggris meski tata bahasanya
amburadul dan perbendaharaan katanya terbatas. Akibatnya, tidak jelaslah pesan
yang ingin disampaikan. Jangan tanya apakah mereka pernah membuka kamus bahasa
atau tidak. Bukankah minat baca rata-rata masyarakat kita masih rendah?
Apa yang
diucapkan Vicky menjadi contoh kemalasan berbahasa. Artinya? Orang lebih senang
menggunakan kata-kata dalam bahasa asing (baca: Inggris), padahal kata-kata itu
ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Sebagai contoh, orang lebih senang
menggunakan istilah website ketimbang
laman, handphone ketimbang telepon
genggam, update ketimbang
memperbarui, workshop ketimbang
sanggar kerja (barangkali bahkan tidak banyak yang pernah mendengar istilah
ini), dan code of conduct ketimbang kode tata berperilaku. Masih banyak lagi kata-kata
lainnya. Dalam kasus Vicky, mengapa menggunakan kata basically jika dapat diganti
dengan pada dasarnya? Mengapa menggunakan kata confident jika dapat diganti dengan percaya?
Kata-kata Vicky
bukanlah lelucon. Lelucon yang baik seharusnya membuat orang menjadi semakin
cerdas. Sebuah lelucon tidak boleh membuat orang merasa terhibur dengan hal-hal
yang jelas-jelas salah.