Di
luar bulan Puasa, waktu istirahat biasanya dimanfaatkan untuk makan siang.
Namun, hal ini tentu tidak bisa dilakukan di bulan Ramadhan. Untuk mengisi
waktu istirahat, banyak gedung perkantoran mengadakan acara salat zuhur
berjamaah, dilanjutkan dengan ceramah ramadhan. Biasanya, orang
berbondong-bondong mendatangi lokasi salat dan ceramah tersebut. Gedung tempat
penulis berkantor tak ketinggalan.
Yang
menggelikan, banyak orang yang datang ke tempat salat bukan untuk mendengarkan
ceramah, melainkan untuk tidur. Mereka merebahkan diri di atas karpet-karpet
yang digelar. Maklumlah di bulan puasa,
kita kerap merasa mengantuk lantaran waktu tidur berkurang. Bagaimana
tidak?Kita harus bangun lebih pagi untuk sahur. Dan selepas sahur, biasanya
kita sulit untuk tidur kembali.
Rupanya,
ada penyelenggara yang tidak senang dengan fenomena orang tidur di tempat salat
ini. Apalagi jika si penceramah sedang berbicara. Maka cara untuk menyiasati
agar orang-orang tidak seenaknya merebahkan diri adalah dengan cara mengurangi
jumlah karpet yang digelar. Dengan demikian, ruang untuk menggeletakkan diri
menjadi lebih sempit.
Apakah
sikap sebagian orang yang tidur di tempat salat ini bisa dibenarkan, apatah
lagi seorang penceramah sedang hadir dan memberikan ceramah di situ?Secara
moral dan etika, jawabannya memang tidak. Banyak informasi dan inspirasi yang
dapat diresapi dari wejangan-wejangan agama yang kita dengar.
Namun, apakah para penyelenggara salat
berjamaah ini berhak memaksa mereka yang hadir untuk duduk tegak seraya
mendengarkan ceramah? Seyogianya ini tidak dilakukan. Ceramah adalah bagian
dari berdakwah, dan berdakwah tidak boleh dengan paksaan. Yang dapat dilakukan
adalah si penceramah harus menyampaikan ceramahnya dengan cara yang menarik
sehingga jamaah rela mengorbankan waktu tidurnya dan mendengarkan ceramah
hingga selesai. Inilah yang harus berusaha dihadirkan oleh sang penyelenggara
acara. Dan inilah yang dialami penulis saat menghadiri salah satu sesi acara
kegiatan Ramadhan. Penulis kerap mendengar penonton meledak tawanya saat si
penceramah sedang memberikan wejangannya. Suasana menjadi lebih hangat dan
ramai.
Lantas
bagaimana agar ceramah yang disampaikan menjadi menarik sehingga jamaah
bersedia untuk tetap terjaga meski rasa kantuk menyergap?Pertama-tama, tentu
harus dirumuskan tema dan tujuan ceramah. Tema dalam agama Islam sangat luas,
mulai dari akidah, syariat, dan akhlak. Tentu ini harus dipersempit lagi.
Apakah akan berbicara tentang iman kepada hari akhir, hubungan dengan non
muslim, salat, puasa, haji, dan sebagainya. Setelah tema ditentukan, berikutnya
ditentukan tujuan ceramah. Secara umum, tujuan ceramah adalah menginformasikan
(sifatnya informatif) dan mengilhami (sifatnya inspiratif). Contoh ceramah yang
informatif adalah ceramah tentang pentingnya menjalankan hukum waris dalam
Islam. Setelah mendengarkan ceramah ini, audiensi menjadi pahan tentang
pentingnya hukum waris serta ancaman bagi orang-orang yang meremehkannya.
Tujuan ceramah informatif adalah menyampaikan hal-hal yang baru bagi audiensi
atau membuat audiensi yang semula tahu hanya sedikit menjadi tahu lebih banyak.
Dalam soal hukum waris, banyak umat Islam yang belum paham tentang pentingnya
kewajiban menegakkannya meski boleh jadi mereka sudah tahu secara sekilan
tentang perkara ini. Sedangkan ceramah inspiratif misalnya ceramah
yang mengajak orang-orang agar tetap semangat berpuasa mengingat begitu
banyaknya manfaat yang bakal diraih./
Setelah
tujuan dan tema, berikutnya adalah cara penyampaian, yang terdiri dari unsur-unsur
bahasa tubuh dan teknik vokal. Penulis pernah melihat seorang penceramah yang
menghampiri dan berjalan mengelilingi penonton saat berceramah. Cara ini, di
samping agar lebih dekat dengan penunton, bertujuan agar penonton memusatkan
perhatian kepada si pembicara. Cara ini juga membuat penonton lebih siaga.
Siapa tahun si penceramah mengajak mereka berdialog secara lebih personal. Sedangkan
teknik vokal terdiri dari nada suara, kecepatan berbicara, dan jeda. Nada suara
saat menggambarkan kemarahan tentu berbeda dengan saat membayangkan kengerian
siksa neraka. Juga berbeda saat mengajak kita untuk selalu optimistis akan
ampunan Tuhan.
Jadi
agar acara ceramah Ramadhan tidak jadi pengantar tidur, penceramah harus
pandai-pandai menentukan tema dan tujuan ceramah serta memiliki bahasa tubuh
dan olah vokal yang yahud.