Senin, 20 Juni 2016

Agar Tak Jadi Pengantar Tidur



Di luar bulan Puasa, waktu istirahat biasanya dimanfaatkan untuk makan siang. Namun, hal ini tentu tidak bisa dilakukan di bulan Ramadhan. Untuk mengisi waktu istirahat, banyak gedung perkantoran mengadakan acara salat zuhur berjamaah, dilanjutkan dengan ceramah ramadhan. Biasanya, orang berbondong-bondong mendatangi lokasi salat dan ceramah tersebut. Gedung tempat penulis berkantor tak ketinggalan.
Yang menggelikan, banyak orang yang datang ke tempat salat bukan untuk mendengarkan ceramah, melainkan untuk tidur. Mereka merebahkan diri di atas karpet-karpet yang digelar.  Maklumlah di bulan puasa, kita kerap merasa mengantuk lantaran waktu tidur berkurang. Bagaimana tidak?Kita harus bangun lebih pagi untuk sahur. Dan selepas sahur, biasanya kita sulit untuk tidur kembali.
Rupanya, ada penyelenggara yang tidak senang dengan fenomena orang tidur di tempat salat ini. Apalagi jika si penceramah sedang berbicara. Maka cara untuk menyiasati agar orang-orang tidak seenaknya merebahkan diri adalah dengan cara mengurangi jumlah karpet yang digelar. Dengan demikian, ruang untuk menggeletakkan diri menjadi lebih sempit.
Apakah sikap sebagian orang yang tidur di tempat salat ini bisa dibenarkan, apatah lagi seorang penceramah sedang hadir dan memberikan ceramah di situ?Secara moral dan etika, jawabannya memang tidak. Banyak informasi dan inspirasi yang dapat diresapi dari wejangan-wejangan agama yang kita dengar.
 Namun, apakah para penyelenggara salat berjamaah ini berhak memaksa mereka yang hadir untuk duduk tegak seraya mendengarkan ceramah? Seyogianya ini tidak dilakukan. Ceramah adalah bagian dari berdakwah, dan berdakwah tidak boleh dengan paksaan. Yang dapat dilakukan adalah si penceramah harus menyampaikan ceramahnya dengan cara yang menarik sehingga jamaah rela mengorbankan waktu tidurnya dan mendengarkan ceramah hingga selesai. Inilah yang harus berusaha dihadirkan oleh sang penyelenggara acara. Dan inilah yang dialami penulis saat menghadiri salah satu sesi acara kegiatan Ramadhan. Penulis kerap mendengar penonton meledak tawanya saat si penceramah sedang memberikan wejangannya. Suasana menjadi lebih hangat dan ramai.
Lantas bagaimana agar ceramah yang disampaikan menjadi menarik sehingga jamaah bersedia untuk tetap terjaga meski rasa kantuk menyergap?Pertama-tama, tentu harus dirumuskan tema dan tujuan ceramah. Tema dalam agama Islam sangat luas, mulai dari akidah, syariat, dan akhlak. Tentu ini harus dipersempit lagi. Apakah akan berbicara tentang iman kepada hari akhir, hubungan dengan non muslim, salat, puasa, haji, dan sebagainya. Setelah tema ditentukan, berikutnya ditentukan tujuan ceramah. Secara umum, tujuan ceramah adalah menginformasikan (sifatnya informatif) dan mengilhami (sifatnya inspiratif). Contoh ceramah yang informatif adalah ceramah tentang pentingnya menjalankan hukum waris dalam Islam. Setelah mendengarkan ceramah ini, audiensi menjadi pahan tentang pentingnya hukum waris serta ancaman bagi orang-orang yang meremehkannya. Tujuan ceramah informatif adalah menyampaikan hal-hal yang baru bagi audiensi atau membuat audiensi yang semula tahu hanya sedikit menjadi tahu lebih banyak. Dalam soal hukum waris, banyak umat Islam yang belum paham tentang pentingnya kewajiban menegakkannya meski boleh jadi mereka sudah tahu secara sekilan tentang perkara ini.   Sedangkan ceramah inspiratif misalnya ceramah yang mengajak orang-orang agar tetap semangat berpuasa mengingat begitu banyaknya manfaat yang bakal diraih./
Setelah tujuan dan tema, berikutnya adalah cara penyampaian, yang terdiri dari unsur-unsur bahasa tubuh dan teknik vokal. Penulis pernah melihat seorang penceramah yang menghampiri dan berjalan mengelilingi penonton saat berceramah. Cara ini, di samping agar lebih dekat dengan penunton, bertujuan agar penonton memusatkan perhatian kepada si pembicara. Cara ini juga membuat penonton lebih siaga. Siapa tahun si penceramah mengajak mereka berdialog secara lebih personal. Sedangkan teknik vokal terdiri dari nada suara, kecepatan berbicara, dan jeda. Nada suara saat menggambarkan kemarahan tentu berbeda dengan saat membayangkan kengerian siksa neraka. Juga berbeda saat mengajak kita untuk selalu optimistis akan ampunan Tuhan.
Jadi agar acara ceramah Ramadhan tidak jadi pengantar tidur, penceramah harus pandai-pandai menentukan tema dan tujuan ceramah serta memiliki bahasa tubuh dan olah vokal yang yahud.