Senin, 15 Juni 2015

Pangan Melimpah dan Gawai Baru

Menjelang bulan puasa, paling tidak ada dua fenomena yang jamak dijumpai. Pertama, naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok, terutama bahan-bahan makanan semisal daging, telur, gula, minyak goreng, bawang, dan sebagainya.  Judul-judul berita semisal “Pemerintah menjamin stok bahan pangan cukup menjelang puasa”, “Menjelang puasa, harga-harga mulai merangkak naik”, dan “Pemerintah siap antisipasi lonjakan permintaan barang” menghiasi halaman-halaman media cetak dan media dalam jaringan (daring), khususnya di rubrik ekonomi dan bisnis. Media elektronik seperti televisi dan radio juga memberitakan hal senada.
Fenomena kedua adalah dikaitkannya promosi di media  dengan bulan puasa. Hal ini berlaku untuk nyaris semua jenis barang, bukan saja makanan melainkan juga produk elektronik, otomotif, gawai telekomunikasi, alat-alat rumah tangga, dan lain-lain. Ada seuah produk elektronik yang memasang slogan “kejutan seru di bulan penuh berkah”. Slogan lain misalnya “lengkapi kebahagiaan bulan pernuh berkah dengan produk terbaru kami”.  Dengan promosi semacam ini, agaknya ingin dibentuk opini: kita harus membeli mobil baru, gawai baru, komputer baru, dan mesin cuci baru menyambut datangnya bulan puasa.
Untuk fenomena pertama, mengapa harga-harga barang melonjak naik? Ditinjau dari ilmu ekonomi, jawabannya sederhana: berlakunya hukum permintaan pasar. Jika permintaan meningkat, harga-harga barang akan terangkat. Yang menjadi pertanyaan, mengapa menjelang Ramadan permintaan barang-batang kebutuhan pokok melonjak?Apakah pada bulan puasa masyarakat mengkonsumsi lebih banyak makanan?Bukankah pada bulan Ramadan orang-orang yang berpuasa tidak makan dan minum apapun di siang hari?Bagaimana dengan di malam hari? Jangan-jangan orang melakukan “balas dendam”, memimbun banyak makanan untuk mengompensasi tiadannya asupan makanan dan minuman di siang hari. Jika demikian, bukankah ini tidak baik bagi kesehatan?Berbeda halnya jika pembelian itu dilakukan demi menyediakan makanan untuk berbuka bagi orang yang berpuasa. Ini sesuai dengan sebuah hadis nabi yang menyatakan bahwa barangsiapa yang memberi makanan kepada orang lain untuk berbuka puasa, maka pahalanya sama dengan pahala orang yang berpuasa. Jika ini niatnya, tentu sangat baik. \
Untuk fenomena kedua, agaknya hal ini berkaitan dengan bertumbuhnya kelompok kelas menengah di Indonesia. Menurut Bank Dunia, penduduk kelas menengah merupakan warga yang hidup dengan pendapatan 4,5-22,1 Dollar AS per hari dan tidak perlu mengkhawatirkan kekayaannya. Kelompok kelas menengah ini rakus terhadap berbagai macam produk, terutama produk-produk yang melambangkan simbol status kelas atas semisal alat-akat komunikasi, otomotif, dan alat-alat elektronik. Mereka semakin rajin berganti produk sesuai dengan mode. Mereka kerap membeli barang lantaran faktor emosi,  bukan rasio. Faktor-faktor inilah yang dimanfaatkan oleh para produsen untuk menarik minat mereka, termasuk memanfaatkan momentum Ramadan.
Melihat kedua fenomena di atas, seolah-olah kita diajarkan bahwa dalam rangka menyambut bulan Ramadan, kita harus bersiap-siap dengan cara membeli lebih banyak stok makanan serta membeli barang-barang baru yang belum tentu kita butuhkan. Benarkah kita harus berfokus pada dua hal itu?Tentu saja tidak. Beberapa waktu lalu, seorang penceramah mengemukakan bahwa ada empat hal yang harus dipersiapkan untuk menyambut datangnya bulan Ramadan. Keempat hal itu adalah jasmani, rohani, harta, dan ilmu. Jasmani berarti kita harus menjaga kesehatan tubuh melalui pola makan, pola tidur, dan aktivitas fisik yang benar. Rohani berarti hendaknya kita menyambut Ramadan dengan hati yang bersih dari sifat-sifat buruk seperti dendam, iri hati , takabur, dan serakah. Juga persiapan untuk menjalankan berbagai macam ibadah selama bulan Ramadan serta meninggalkan hal-hal yang membatalkan pahala puasa.  Sebelum Ramadan, hendaknya kita menyisihkan lebih banyak harta untuk bersedekah karena setiap amal saleh di bulan Ramadan akan dilipatgandakan pahalanya. Menjelang Ramadan, sangat dianjurkan untuk kembali mempelajari ilmu tentang puasa Ramadan, semisal syarat sah, hal-hal yang membatalkan, ibadah-ibadah yang dianjurkan, dan sebagainya.  

Keempat hal itulah yang harus dipersiapkan, bukan stok makanan yang melimpah untuk dimakan sendiri dan barang-barang baru yang tak jelas kebutuhannya.