Sabtu, 19 September 2015

Boleh Berbeda, Asal...



Seorang teman penulis di sebuah grup di Whatsapp mengajukan semacam teka-teki kepada rekan-rekan satu grup. Beberapa jawaban dikemukakan. Ada yang menjawab dengan singkat, namun ada juga yang menjawab dengan panjang lebar.
Salah seorang teman menjelaskan jawabannya secara detail. Pada awalnya, ia membahas isi teka-teki. Namun di pengujung jawaban, ia mengemukakan pernyataan politik yang berisi pujian kepada salah seorang pejabat di negeri ini. Secara implisit, ia berkampanye kepada semua penghuni grup agar memilih pejabat itu dalam pemilihan umum yang akan datang.
Menanggapi hal ini, ada seorang rekan satu grup yang mempertanyakan sikap teman penulis itu.  Bukankah kita tidak bicara soal politik di grup?Ironisnya, teman pendukung pejabat itulah yang menyarankan kepada rekan-rekan satu grupnya untuk menjauhi diskusi soal politik di grup 
Beberapa teman lantas memberikan komentarnya. Ada yang sama sekali tidak mempermsalahkan bila isu politik diangkat di grup. Menurutnya, bila kita tidak suka terhadap suatu topik, ya diabaikan saja. Ada juga yang menyatakan bila ingin bicara politik dipersilahkan. Bila tidak mau juga tidak apa-apa. Yang terpenting jangan bersikap fanatik, jangan jadi bermusuhan lantaran masing-masing orang mendukung calon yang berbeda. Ini sudah pernah terjadi, terutama jika kita rajin mengamati jejaring sosial semisal Facebook. Teman lain mengatakan selama masih bisa bersikap netral, maka tidak ada masalah. Yang jadi masalah adalah jika seseorang sudah telanjur memihak. Jika sudah demikian, urun pendapat menjadi tidak sehat. Ia bahkan punya pengalaman rusaknya persahabatan akibat perbedaan politik. Padahal mereka sudah berteman dekat sejak kecil. Ini terjadi saat pemilhan presiden tahun 2014 lalu.
Ada juga yang mencoba mengemukakan perspektif lain. Menurutnya, ada sekelompok orang yang meski rajin berdebat keras tentang politik namun tetap mampu menjaga hubungan pertemanan. Bahkan tak jarang mereka saling tolong menolong. Bagi teman saya itu, yang terpenting adalah kedewasaan berpikir dan bersikap. Selama hal ini dapat dipertahankan, kita tidak perlu terlalu khawatir hubungan pribadi akan terganggu.
Jadi, salahkah berdiskusi tentang masalah politik di sebuah kelompok?Jawabannya tentu terpulang kepada masing-masing anggota kelompok. Juga bergantung kepada tujuan kelompok itu terbentuk. Sebagai contoh adalah seorang teman yang bergabung dengan grup fotografi di Whatsapp. Di grup ini, anggotanya dilarang untuk berbicara masalah politik. Jika ada yang melanggar, langsung dicekal. Ini tentu sah-sah saja sebab grup dibentuk sebagai wadah bagi para penggemar fotografi. Jadi diskusi selalu dibatasi seputar fotografi.  Bila ada anggota klub yang gemar berdiskusi masalah politik, ia bisa bergabung dengan grup lain.
Lantas bagaimana jika diskusi soal politik memang tak terhindarkan?Dalam hal ini, kita bisa belajar dari tokoh-tokoh politik zaman dahulu, khususnya yang besar pada era kemerdekaan. Contohnya adalah Hamka dan Soekarno. Saat rezim Soekarno berkuasa, Buya Hamka pernah dijebloskan ke penjara karena dianggap menentang pemerintah. Namun Bung Karno kemudian berpesan agar kelak jika ia meninggal, mintalah agar Hamka menjadi imam salat jenazahnya. Dan Buya Hamka memenuhi permintaan presiden pertama RI itu. Karena kesediaannya itu, Hamka menuai kritik. Namun Hamka mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak dendam kepada Soekarno. Ia bahkan menyebut dua jasa Soekarno bagi umat Islam, yaitu Masjid di Istana Negara dan Masjid Istiqlal. Keinginan Soekarno agar Hamka menjadi imam salat Jenazah ini mengisyaratkan pengakuan Soekarno atas keulamaan Hamka. Dari kedua tokoh ini, kita bisa belajar bahwa meski berbeda secara politik, mereka masih mengakui jasa masing-masing.
Banyak lagi cerita-cerita senada. Seperti Mohamad Natsir yang tetap serius mempromosikan Indonesia meski dicekal Soeharto lantaran keterlibatannya dalam Petisi 50.  Dari cerita-cerita tersebut, kita mendapat teladan bahwa meski berbeda secara politik, namun para tokoh tersebut tetap menghargai sisi baik orang lain. Mereka juga siap mengesampingkan perbedaan demi kepentingan yang lebih besar.