Seorang
teman penulis di sebuah grup di Whatsapp mengajukan semacam teka-teki kepada
rekan-rekan satu grup. Beberapa jawaban dikemukakan. Ada yang menjawab dengan
singkat, namun ada juga yang menjawab dengan panjang lebar.
Salah
seorang teman menjelaskan jawabannya secara detail. Pada awalnya, ia membahas
isi teka-teki. Namun di pengujung jawaban, ia mengemukakan pernyataan politik
yang berisi pujian kepada salah seorang pejabat di negeri ini. Secara implisit,
ia berkampanye kepada semua penghuni grup agar memilih pejabat itu dalam
pemilihan umum yang akan datang.
Menanggapi
hal ini, ada seorang rekan satu grup yang mempertanyakan sikap teman penulis
itu. Bukankah kita tidak bicara soal politik
di grup?Ironisnya, teman pendukung pejabat itulah yang menyarankan kepada
rekan-rekan satu grupnya untuk menjauhi diskusi soal politik di grup
Beberapa
teman lantas memberikan komentarnya. Ada yang sama sekali tidak mempermsalahkan
bila isu politik diangkat di grup. Menurutnya, bila kita tidak suka terhadap
suatu topik, ya diabaikan saja. Ada juga yang menyatakan bila ingin bicara
politik dipersilahkan. Bila tidak mau juga tidak apa-apa. Yang terpenting
jangan bersikap fanatik, jangan jadi bermusuhan lantaran masing-masing orang mendukung
calon yang berbeda. Ini sudah pernah terjadi, terutama jika kita rajin
mengamati jejaring sosial semisal Facebook. Teman lain mengatakan selama masih
bisa bersikap netral, maka tidak ada masalah. Yang jadi masalah adalah jika
seseorang sudah telanjur memihak. Jika sudah demikian, urun pendapat menjadi
tidak sehat. Ia bahkan punya pengalaman rusaknya persahabatan akibat perbedaan
politik. Padahal mereka sudah berteman dekat sejak kecil. Ini terjadi saat
pemilhan presiden tahun 2014 lalu.
Ada
juga yang mencoba mengemukakan perspektif lain. Menurutnya, ada sekelompok
orang yang meski rajin berdebat keras tentang politik namun tetap mampu menjaga
hubungan pertemanan. Bahkan tak jarang mereka saling tolong menolong. Bagi
teman saya itu, yang terpenting adalah kedewasaan berpikir dan bersikap. Selama
hal ini dapat dipertahankan, kita tidak perlu terlalu khawatir hubungan pribadi
akan terganggu.
Jadi,
salahkah berdiskusi tentang masalah politik di sebuah kelompok?Jawabannya tentu
terpulang kepada masing-masing anggota kelompok. Juga bergantung kepada tujuan
kelompok itu terbentuk. Sebagai contoh adalah seorang teman yang bergabung
dengan grup fotografi di Whatsapp. Di grup ini, anggotanya dilarang untuk
berbicara masalah politik. Jika ada yang melanggar, langsung dicekal. Ini tentu
sah-sah saja sebab grup dibentuk sebagai wadah bagi para penggemar fotografi.
Jadi diskusi selalu dibatasi seputar fotografi. Bila ada anggota klub yang gemar berdiskusi
masalah politik, ia bisa bergabung dengan grup lain.
Lantas
bagaimana jika diskusi soal politik memang tak terhindarkan?Dalam hal ini, kita
bisa belajar dari tokoh-tokoh politik zaman dahulu, khususnya yang besar pada
era kemerdekaan. Contohnya adalah Hamka dan Soekarno. Saat rezim Soekarno
berkuasa, Buya Hamka pernah dijebloskan ke penjara karena dianggap menentang
pemerintah. Namun Bung Karno kemudian berpesan agar kelak jika ia meninggal,
mintalah agar Hamka menjadi imam salat jenazahnya. Dan Buya Hamka memenuhi
permintaan presiden pertama RI itu. Karena kesediaannya itu, Hamka menuai
kritik. Namun Hamka mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak dendam kepada
Soekarno. Ia bahkan menyebut dua jasa Soekarno bagi umat Islam, yaitu Masjid di
Istana Negara dan Masjid Istiqlal. Keinginan Soekarno agar Hamka menjadi imam
salat Jenazah ini mengisyaratkan pengakuan Soekarno atas keulamaan Hamka. Dari
kedua tokoh ini, kita bisa belajar bahwa meski berbeda secara politik, mereka
masih mengakui jasa masing-masing.
Banyak
lagi cerita-cerita senada. Seperti Mohamad Natsir yang tetap serius
mempromosikan Indonesia meski dicekal Soeharto lantaran keterlibatannya dalam
Petisi 50. Dari cerita-cerita tersebut,
kita mendapat teladan bahwa meski berbeda secara politik, namun para tokoh
tersebut tetap menghargai sisi baik orang lain. Mereka juga siap
mengesampingkan perbedaan demi kepentingan yang lebih besar.