Ingin meraih sertifikat halal? Jika anda
penjual hot dog, ubah nama produk Anda. Jangan namai dengan hot dog. Demikian
instruksi Jabatan Kemajuan Islam Malaysia atau JAKIM, Majelis Ulama atau
MUI-nya Malaysia. Alasannya? Wisatawan muslim kebingungan. Anjing adalah hewan
najis, jadi tidak layak dijadikan nama makanan. Demikian kurang lebih dikatakan
Sirajuddin Suhaimee, Direktur Divisi Halal
Jakim,
Ini kejadian kedua dalam
waktu yang berdekatan. Sebelumnya, Auntie Anne gagal mengantungi sertifikat
halal lantaran salah satu produknya ada yang bernama Pretzel Dog. Menurut SUhaimee, lebih baik nama pretzel dog diganti
menjadi pretzel Sausage.
Sontak, keputusan Jakim
tersebut menuai kontroversi. Nazri Aziz, Menteri Pariwisata dan Kebudayaan
Malaysia, termasuk yang mempertanyakan keputusan Jakim itu. Menurutnya, nama
hot dog sudah akrab di telinga masyarakat Malaysia. Dalam bahasa Malaysia,
selalu disebut demikian, tidak ada padanan atau penggantinya. Nama hot dog
jelas berasal dari bahasa Inggris. Dirinya
sama sekali tidak merasa terhina atau tersinggung. Mengutip situs www.bbc.com, sebagian warga Malaysia paham bahwa "hot
dog" dan produk-produk lain seperti "root beer" tidak mengandung
anjing atau bir.
Sejarah hot dog
Ada baiknya kita menengok
sejarah “si anjing panas” ini, yang penulis ringkas dari http://intisari-online.com. Cerita bermula tahun 1852. Waktu itu,
serikat penghasil sosii di kota Frankfurt, Jerman, membuat sosis jenis baru.
Bentuknya panjang dan langsing, tidak besar dan gemuk seperti biasanya.
Sarungnya tipis hampir tembus pandang. Isinya daging cincang yang diberi banyak
rempah-rempah lalu diasapi. Seorang di antara pembuat sosis itu memiliki seekor dachshund (anjing tekel) yang sangat
disayanginya. la menganjurkan teman-temannya agar sosis mereka dibengkokkan
sedikit, seperti tubuh anjing tekel. Pasti orang suka, karena lucu, katanya.
Cerita berlanjut di tempat
lain. Tahun 1880-an, di St. Louis, Missouri, Amerika Serikat, Antoine
Feuchtwanger seorang Jerman yang berasal dari Frankfurt, berjualan sosis anjing
tekel. Sosis itu laris, tapi namanya sulit diucapkan lidah Amerika. Untuk
mudahnya, ada yang menyebutnya frank(s), wiener, dan lauvlain. Sementara itu, di
Pulau Coney, Amerika Serikat, Charles Feltman yang berasal dari Frankfurt pula,
menjajakan piedengan
kereta dorong. Ketika penginapan-penginapan menyediakan makanan panas, orang
lebih menyukainya daripada pie. Feltman kehilangan pelanggan.
Feltman kemudian berjualan
sosis anjing tekel panas yang dijepit roti supaya tidak perlu piring. Sosis itu
diberi moster serta asinan kol supaya lebih merangsang selera. Untuk memanaskan
sosisnya, ia cuma perlu anglo kecil dan panci. Dagangannya dinamai "Frankfurter Sandwiches" dan ternyata laku keras.
Feltman sampai bisa membuka restoran, " Feltman's German Beer Garden"
di tepi pantai tempat pesiar.
Mentang-mentang laku, harga franks-nya dinaikkan terus.
Dua penggemar franks bernama Eddie Cantor dan Jimmy
Durante menjadi kesal. Mereka menganjurkan pembantu Feltman, Nathan
Handwerker, untuk berhenti dan berjualan franks sendiri dengan harga
setengahnya. Mulai tahun 1916, Nathan berjualan franks buatan istrinya, Ida. Ternyata,
para dokter menyukainya. Orang-orang lain pun tertarik. Sosis dijepit roti
semakin populer.
Di New York City, seorang pengusaha franks bernama Harry Stevens menyuruh karyawannya menjajakan franks di setiap pertandingan baseball sambil berteriak-teriak, "Red-hot dachshund sausages! (Sosis anjing tekel yang merah dan panas)."
Suatu hari, seorang pelukis kartun temama, Ted Dorgan, menyaksikan penjaja itu berteriak-teriak. la lantas mendapat ilham untuk menggambar seekor anjing tekel yang berlumur moster, dijepit dengan roti. Karena dachshund sulit diucapkan kebanyakan orang Amerika, gambar itu diberinya nama hot dog, anjing panas. Gambar itu dimuat di pelbagai media. Pembaca menganggapnya lucu. Sebutan hot dog pun menjadi terkenal.
Di New York City, seorang pengusaha franks bernama Harry Stevens menyuruh karyawannya menjajakan franks di setiap pertandingan baseball sambil berteriak-teriak, "Red-hot dachshund sausages! (Sosis anjing tekel yang merah dan panas)."
Suatu hari, seorang pelukis kartun temama, Ted Dorgan, menyaksikan penjaja itu berteriak-teriak. la lantas mendapat ilham untuk menggambar seekor anjing tekel yang berlumur moster, dijepit dengan roti. Karena dachshund sulit diucapkan kebanyakan orang Amerika, gambar itu diberinya nama hot dog, anjing panas. Gambar itu dimuat di pelbagai media. Pembaca menganggapnya lucu. Sebutan hot dog pun menjadi terkenal.
Mengapa Baru Sekarang?
Jika sejarah di atas dapat
dipercaya, jelaslah nama hot dog tidak ada hubungannya sama sekali dengan
daging anjing. Lalu apakah alasan wisatawan muslim yang bingung masuk akal?
Sayang sekali hal ini tidak dijabarkan lebih detail. Wisatawan muslim dari mana
yang bingung? Berapa jumlahnya? Bagaimana kesimpulan ini bisa ditarik, apakah
melalui wawancara, survei, atau yang lainnya? Jika memang benar mereka bingung,
apakah mereka akan langsung paham dan
setuju dengan penamaan hot dog?
Berikutnya soal anjing tidak layak dijadikan
nama makanan. Memang Islam mengajarkan agar jika menamai sesuatu, maka namailah
dengan nama yang baik. Pertanyaannya, mengapa pihak Jakim baru bereaksi
sekarang? Bukankah nama hot dog sudah lama dikenal. Apakah Jakim telah
menyadari kekeliruannya, membiarkan anjing menjadi nama makanan?
Penulis bukannya bermaksud untuk apriori,
hanya sekedar mencari jawaban. Barangkali penulis memang masih harus belajar
banyak tentang ajaran agama. /